Jumat, 05 Desember 2014

Kelebihan dari Hari Jumat

Besok hari adalah hari Jum'at yang dimulai dari tenggelamnya matahari di kamis sore ini. Hari yang penuh kemuliaan dan diagungkan di dalam Islam. Tahukah kita apa saja yang terdapat di dalamnya? Berikut ini beberapa keutamaan yang terdapat di dalam hari Jum'at.

Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pada hari itu terdapat lima kejadian yang besar, yaitu diciptakannya Adam, diturunkannya ke bumi, dan diwafatkannya, pada hari itu terdapat satu waktu mustajabah untuk berdoa yang pasti dikabulkan, dan pada hari Jum’at pula kiamat akan terjadi. Oleh karenanya, pada hari tersebut para malaikat, langit, bumi, angin, gunung, dan lautan merasa khawatir di hari Jum’at (akan terjadi kiamat).

 "Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala."

Ringkasnya, hari Jum’at memiliki keutamaan yang tidak dimiliki hari lain. Kedudukannya di bandingkan dengan hari lain, seperti bulan Ramadlan terhadap bulan yang lain dan waktu ijabah doa pada hari itu sebagaimana lailatul qadar pada bulan Ramadhan.
Hari Jum’at menjadi cermin bagi kualitas amal sepekan seorang hamba, sebagaimana Ramadlan yang menjadi cerminan amal setahunnya. Jika amalnya pada hari Jum’at tersebut baik, seolah-olah menggambarkan amalnya pada pekan tersebut juga baik. Sebagimana Ramadhan, jika ibadah di dalamnya baik, baik pula amalnya pada tahun tersebut, begitu juga sebaliknya."
"Jika amalnya pada hari Jum’at tersebut baik, seolah-olah menggambarkan amalnya pada pekan tersebut juga baik."

Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat ibadah yang wajib dan sunnah yang tak diperoleh di selainnya. Di antaranya shalat Jum’at, bersuci dan memakai wewangian dan pakaian terbagus yang dimiliki ketika menghadiri jum’atan, membaca surat Al Kahfi, bershalawat untuk Rasulullah, dan amal-amal shalih lainnya.

Karenanya, seorang hamba hendaknya menjadikan hari Jum’at sebagai hari ibadah dan meliburkan diri dari kegiatan duniawi, bukan hari Ahad yang menjadi hari ibadah orang Nashrani.

    Karenanya, seorang hamba hendaknya menjadikan hari Jum’at sebagai hari ibadah dan meliburkan diri dari kegiatan duniawi,

    bukan hari Ahad yang menjadi hari ibadah orang Nashrani.

Di hari Jum’at ada penghapusan dosa

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Salman dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadaku, “apakah kamu tahu hari Jum’at itu?” aku menjawab, “hari Jum’at adalah hari Allah mengumpulkan Nabi Adam.” Beliau menjawab,

لَكِنِّي أَدْرِي مَا يَوْمُ الْجُمُعَةِ لَا يَتَطَهَّرُ الرَّجُلُ فَيُحْسِنُ طُهُورَهُ ثُمَّ يَأْتِي الْجُمُعَةَ فَيُنْصِتُ حَتَّى يَقْضِيَ الْإِمَامُ صَلَاتَهُ إِلَّا كَانَ كَفَّارَةً لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ مَا اجْتُنِبَتْ الْمَقْتَلَةُ

“Tapi aku mengetahui apa hari jum’at itu. Tidaklah seseorang menyempurnakan bersucinya, lalu mendatangi shalat Jum’at, kemudian diam hingga imam selesai melaksanakan shalatnya, melainkan akan menjadi penghapus dosa antara Jum’at itu dengan Jum’at setelahnya, jika dia menjauhi dosa besar.”

    . . . kemudian diam hingga imam selesai melaksanakan shalatnya, melainkan akan menjadi penghapus dosa antara Jum’at itu dengan Jum’at setelahnya, jika dia menjauhi dosa besar.”

Masih dalam Al Musnad, dari Atha' al Khurasani, dari Nubaisyah al Hudzaliy bahwa dia meriwayatkan dari Rauslullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Bahwasanya jika seorang muslim mandi pada hari Jum'at, lalu datang ke masjid dan tidak menyakiti seseorang; dan jika dia mendapati imam belum datang di masjid, dia shalat hingga imam datang; dan jika ia mendapati imam telah datang, dia duduk mendengarkan khutbah, tidak berbicara hingga imam selesai melaksanakan khutbah dan shalatnya. Maka (balasannya) adalah akan diampuni semua dosa-dosanya pada Jum'at tersebut atau akan menjadi penebus dosa Jum'at sesudahnya."

Dari Abu Darda', Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

"Siapa mandi pada hari Jum'at, lalu memakai pakaiannya (yang bagus) dan memakai wewangian, jika punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum'at dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, lalu melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum'at." (HR. Ahmad dalam Musnadnya)

Dalam Shahih Al Bukhari, dari Salman radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى

“Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyaknya atau mengoleskan minyak wangi yang di rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan dengan seksama ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)

    bahwa pengampunan dosa dari satu Jum'at ke Jum'at berikutnya memiliki syarat. Yaitu dengan melaksanakan amalan-amalan yang disebutkan dalam hadits, antara lain mandi, . . .

*Keterangan: bahwa pengampunan dosa dari satu Jum'at ke Jum'at berikutnya memiliki syarat. Yaitu dengan melaksanakan amalan-amalan yang disebutkan dalam hadits, antara lain mandi, membersihkan diri, memakai minyak atau wewangian, memakai pakaian terbagus, berjalan ke masjid dengan tenang, tidak melangkahi dan memisahkan antara dua orang yang duduk bersebelahan, tidak menyakitinya, shalat nafilah, tidak bicara dan tidak melakukan sesuatu yang sia-sia selama khutbah hingga selesai shalat. Dan masih ada satu syarat lagi, yaitu selama dia tidak melakukan dosa besar di hari itu.
Besok hari adalah hari Jum'at yang dimulai dari tenggelamnya matahari di kamis sore ini. Hari yang penuh kemuliaan dan diagungkan di dalam Islam. Tahukah kita apa saja yang terdapat di dalamnya? Berikut ini beberapa keutamaan yang terdapat di dalam hari Jum'at.
Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pada hari itu terdapat lima kejadian yang besar, yaitu diciptakannya Adam, diturunkannya ke bumi, dan diwafatkannya, pada hari itu terdapat satu waktu mustajabah untuk berdoa yang pasti dikabulkan, dan pada hari Jum’at pula kiamat akan terjadi. Oleh karenanya, pada hari tersebut para malaikat, langit, bumi, angin, gunung, dan lautan merasa khawatir di hari Jum’at (akan terjadi kiamat).
Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ringkasnya, hari Jum’at memiliki keutamaan yang tidak dimiliki hari lain. Kedudukannya di bandingkan dengan hari lain, seperti bulan Ramadlan terhadap bulan yang lain dan waktu ijabah doa pada hari itu sebagaimana lailatul qadar pada bulan Ramadlan.
Hari Jum’at menjadi cermin bagi kualitas amal sepekan seorang hamba, sebagaimana Ramadlan yang menjadi cerminan amal setahunnya. Jika amalnya pada hari Jum’at tersebut baik, seolah-olah menggambarkan amalnya pada pekan tersebut juga baik. Sebagimana Ramadlan, jika ibadah di dalamnya baik, baik pula amalnya pada tahun tersebut, begitu juga sebaliknya.
Jika amalnya pada hari Jum’at tersebut baik, seolah-olah menggambarkan amalnya pada pekan tersebut juga baik.
Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat ibadah yang wajib dan sunnah yang tak diperoleh di selainnya. Di antaranya shalat Jum’at, bersuci dan memakai wewangian dan pakaian terbagus yang dimiliki ketika menghadiri jum’atan, membaca surat Al Kahfi, bershalawat untuk Rasulullah, dan amal-amal shalih lainnya.
Karenanya, seorang hamba hendaknya menjadikan hari Jum’at sebagai hari ibadah dan meliburkan diri dari kegiatan duniawi, bukan hari Ahad yang menjadi hari ibadah orang Nashrani.
Karenanya, seorang hamba hendaknya menjadikan hari Jum’at sebagai hari ibadah dan meliburkan diri dari kegiatan duniawi,
bukan hari Ahad yang menjadi hari ibadah orang Nashrani.
Di hari Jum’at ada penghapusan dosa
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Salman dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepadaku, “apakah kamu tahu hari Jum’at itu?” aku menjawab, “hari Jum’at adalah hari Allah mengumpulkan Nabi Adam.” Beliau menjawab,
لَكِنِّي أَدْرِي مَا يَوْمُ الْجُمُعَةِ لَا يَتَطَهَّرُ الرَّجُلُ فَيُحْسِنُ طُهُورَهُ ثُمَّ يَأْتِي الْجُمُعَةَ فَيُنْصِتُ حَتَّى يَقْضِيَ الْإِمَامُ صَلَاتَهُ إِلَّا كَانَ كَفَّارَةً لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ مَا اجْتُنِبَتْ الْمَقْتَلَةُ
Tapi aku mengetahui apa hari jum’at itu. Tidaklah seseorang menyempurnakan bersucinya, lalu mendatangi shalat Jum’at, kemudian diam hingga imam selesai melaksanakan shalatnya, melainkan akan menjadi penghapus dosa antara Jum’at itu dengan Jum’at setelahnya, jika dia menjauhi dosa besar.
. . . kemudian diam hingga imam selesai melaksanakan shalatnya, melainkan akan menjadi penghapus dosa antara Jum’at itu dengan Jum’at setelahnya, jika dia menjauhi dosa besar.
Masih dalam Al Musnad, dari Atha' al Khurasani, dari Nubaisyah al Hudzaliy bahwa dia meriwayatkan dari Rauslullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Bahwasanya jika seorang muslim mandi pada hari Jum'at, lalu datang ke masjid dan tidak menyakiti seseorang; dan jika dia mendapati imam belum datang di masjid, dia shalat hingga imam datang; dan jika ia mendapati imam telah datang, dia duduk mendengarkan khutbah, tidak berbicara hingga imam selesai melaksanakan khutbah dan shalatnya. Maka (balasannya) adalah akan diampuni semua dosa-dosanya pada Jum'at tersebut atau akan menjadi penebus dosa Jum'at sesudahnya."
Dari Abu Darda', Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَبِسَ ثِيَابَهُ وَمَسَّ طِيبًا إِنْ كَانَ عِنْدَهُ ثُمَّ مَشَى إِلَى الْجُمُعَةِ وَعَلَيْهِ السَّكِينَةُ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَحَدًا وَلَمْ يُؤْذِهِ وَرَكَعَ مَا قُضِيَ لَهُ ثُمَّ انْتَظَرَ حَتَّى يَنْصَرِفَ الْإِمَامُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
"Siapa mandi pada hari Jum'at, lalu memakai pakaiannya (yang bagus) dan memakai wewangian, jika punya. Kemudian berjalan menuju shalat Jum'at dengan tenang, tidak menggeser seseorang dan tidak menyakitinya, lalu melaksanakan shalat semampunya, kemudian menunggu hingga imam beranjak keluar, maka akan diampuni dosanya di antara dua Jum'at." (HR. Ahmad dalam Musnadnya)
Dalam Shahih Al Bukhari, dari Salman radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 
لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الْإِمَامُ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى
Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyaknya atau mengoleskan minyak wangi yang di rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan dengan seksama ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)
bahwa pengampunan dosa dari satu Jum'at ke Jum'at berikutnya memiliki syarat. Yaitu dengan melaksanakan amalan-amalan yang disebutkan dalam hadits, antara lain mandi, . . .
*Keterangan: bahwa pengampunan dosa dari satu Jum'at ke Jum'at berikutnya memiliki syarat. Yaitu dengan melaksanakan amalan-amalan yang disebutkan dalam hadits, antara lain mandi, membersihkan diri, memakai minyak atau wewangian, memakai pakaian terbagus, berjalan ke masjid dengan tenang, tidak melangkahi dan memisahkan antara dua orang yang duduk bersebelahan, tidak menyakitinya, shalat nafilah, tidak bicara dan tidak melakukan sesuatu yang sia-sia selama khutbah hingga selesai shalat. Dan masih ada satu syarat lagi, yaitu selama dia tidak melakukan dosa besar di hari itu.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2010/01/21/2623/ada-apa-di-hari-jum%27at/;#sthash.brwKmrdI.dpuf

Jika Cinta pada Rasullullah, maka perbanyaklah sholawat dimalam Jumat dan Hari Jumat

 Anas Ra bercerita, “ Rasulullah SAW bersabda :
“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada siang dan malam hari Jum’at, barang siapa bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat sepuluh kali lipat kepadanya ” (Hr Al Baihaqi, telah di hasankan oleh Syeikh Al Albani)
Juga didasarkan pada hadits Aus bin Aus Ra, dia bercerita: Rasulullah SAW bersabda :
سنن أبي داوود ٨٨٣: حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ أَبِي الْأَشْعَثِ الصَّنْعَانِيِّ عَنْ أَوْسِ بْنِ أَوْسٍ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا عَلَيْكَ وَقَدْ أَرِمْتَ يَقُولُونَ بَلِيتَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
Sunan Abu Daud  : ” Telah menceritakan kepada kami Harun bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Husain bin Ali dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir dari Abu Al Asy’Ats Tsauri Ash Shan’ani dari Aus bin Aus dia berkata;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya di antara hari-harimu yang paling utama adalah hari Jum’at, pada hari itu Adam di ciptakan, pada hari itu beliau wafat, pada hari itu juga ditiup (sangkakala) dan pada hari itu juga mereka pingsan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku -karena- shalawat kalian akan disampaikan kepadaku.”
Aus bin Aus berkata; para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah Shalallahu, bagaimana mungkin shalawat kami bisa disampaikan kepadamu, sementara anda telah tiada (meninggal)? -atau mereka berkata; “Telah hancur (menjadi tulang)”
Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.”
(HR Abu Dawud, dinilai shahih oleh syeikh Al Albani)

Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pada hari yang mulia dan agung ini kita diperintahkan untuk memperbanyak shalawat untuk manusia yang paling mulia dan agung, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum'at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku…." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dari hadits Aus bin Aus)
Memperbanyak shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at yang menjadi sayyidul ayyam menunjukkan kemuliaan pribadi beliau shallallahu 'alaihi wasallam sebagai sayyidul anam (pemimpin manusia).
Shalawat termasuk ibadah yang paling afdhal. Dan dilaksanakan pada hari Jum'at jauh lebih utama daripada dilaksanakan pada hari selainnya, karena hari Jum'at memiliki keistimewaan dibandingkan hari yang lain. Dan melaksakan amal yang afdhal pada waktu yang afdhal adalah lebih utama dan lebih bagus. (lihat 'Aunul Ma'bud: 2/15)
Setiap kebaikan yang diperoleh seorang hamba dalam urusan diennya adalah berkat jasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau telah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mendakwahkan dan menyebarkan Islam. Berkat kerja keras beliau dalam dakwah, kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ujian dan tantangannya, Islam bisa sampai kepada kita. Sebagai bentuk syukur dan terima kasih kita kepada beliau, Allah perintahkan bershalawat untuk beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Kapan mulai membaca shalawat?
Membaca shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at bisa dimulai sejak malam harinya. Hal ini didasarkan pada hadits Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَىَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
"Perbanyaklah shalawat kepadaku pada pada hari Jum'at dan malam Jum'at. Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kalim niscaya Allah bershalwat kepada sepuluh kali." (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Kubranya dan dinytakan oleh Syaikh al Albani dalam Ash Shahihah, sanadnya shalih).
Dari Aus bin Aus radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Di antara hari terbaik kalian adalah hari Jum'at,  . . . maka perbanyaklah shalawat atasku pada hari itu, karena shalawatmu akan disampaikan padaku."
Para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dengan sanad yang shahih)
Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
"Tak seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku kepadaku hingga aku menjawab salamnya." (HR. Abu Dawud, dishahihkan an Nawawi dalam Ar Riyadl dan dihasankan oleh al Albani dalam Shahih al Jaami', no. 5679)
Dari Abdullah bin Amr bin al Ash radhiyallahu anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat baginya dengan itu sepuluh kali." (HR Muslim)
Bentuk ucapan shalawat :
Di antara bentuk shalawat terbaik adalah yang terdapat dalam Shahihain, dari Ka'b bin 'Ujrah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar menemui kami, lalu kami berkata: "Ya Rasulallah, kami telah mengetahui bagaimana kami memberi salam kepadamu, maka bagaimana kami bershalawat atasmu?"
Beliau menjawab : "Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allaahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa shallayta 'alaa aali Ibraahiim. Innaka hamiidum majiid. Allaahumma baarik 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa baarakta 'alaa aali Ibraahiim. Innaka hamiidum majiid.
"Ya Allah sampaikanlah shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana engkau telah sampaikan shalawat atas Nabi Ibrahim dan keluarga-Nya. Sesungguhnya Engkau Dzat Mahaterpuji lagi Mahaagung. Ya Allah, berikah keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Dzat Mahaterpuji lagi Mahaagung." (HR Bukhari dan Muslim)
Di antara bentuk shalawat dan salam yang paling pendek atau ringkas adalah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
Imam an Nawawi rahimahullah berkata: "apabila salah seorang kalian bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, hendaklah ia menggabungkan antara shalawat dan salam. Tidak boleh ia hanya mengucapkan صَلَّى اللهُ عَلَيهِ saja atau عَلَيْهِ السَّلاَمُ saja." (Shahih al Adzkaar: I/325)
Ibnu Shalah rahimahullah berkata, "sebaiknya penulis hadits dan para penuntut ilmu menulis shalawat serta salam atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (dengan lengkap), dan ketika menyebutnya jangan bosan mengulang-ulangnya, karena yang demikian itu sangat besar manfaatnya yang akan segera dirasakan oleh penuntut ilmu dan (hadits) dan penulisnya. Barangsiapa yang lalai, maka ia tercegah mendapat pahala yang besar, hendaklah ia tidak memotongnya/tidak menyingkat ketika menulisnya." (Ilumul Hadits, karya Ibnu Shalah, hal. 124)
Seseorang yang ingin bershalawat, tidak boleh membuat shalawat-shalawat yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Shalawat merupakan ibadah, dan ibadah dasarnya adalah ittiba' (mengikuti contoh Nabi). Dan di antara bentuk shalawat yang tidak dicohtohkan adalah Shalawat Badar, Shalawat Nariyah, Shalawat Fatih, dan lainnya.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2010/01/28/2952/perbanyaklah-shalawat-pada-hari-jum%27at/;#sthash.N25yjQPt.dpuf


Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pada hari yang mulia dan agung ini kita diperintahkan untuk memperbanyak shalawat untuk manusia yang paling mulia dan agung, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum'at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku…." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dari hadits Aus bin Aus)
Memperbanyak shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at yang menjadi sayyidul ayyam menunjukkan kemuliaan pribadi beliau shallallahu 'alaihi wasallam sebagai sayyidul anam (pemimpin manusia).
Shalawat termasuk ibadah yang paling afdhal. Dan dilaksanakan pada hari Jum'at jauh lebih utama daripada dilaksanakan pada hari selainnya, karena hari Jum'at memiliki keistimewaan dibandingkan hari yang lain. Dan melaksakan amal yang afdhal pada waktu yang afdhal adalah lebih utama dan lebih bagus. (lihat 'Aunul Ma'bud: 2/15)
Setiap kebaikan yang diperoleh seorang hamba dalam urusan diennya adalah berkat jasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau telah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mendakwahkan dan menyebarkan Islam. Berkat kerja keras beliau dalam dakwah, kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ujian dan tantangannya, Islam bisa sampai kepada kita. Sebagai bentuk syukur dan terima kasih kita kepada beliau, Allah perintahkan bershalawat untuk beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Kapan mulai membaca shalawat?
Membaca shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at bisa dimulai sejak malam harinya. Hal ini didasarkan pada hadits Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَىَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
"Perbanyaklah shalawat kepadaku pada pada hari Jum'at dan malam Jum'at. Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kalim niscaya Allah bershalwat kepada sepuluh kali." (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Kubranya dan dinytakan oleh Syaikh al Albani dalam Ash Shahihah, sanadnya shalih).
Dari Aus bin Aus radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Di antara hari terbaik kalian adalah hari Jum'at,  . . . maka perbanyaklah shalawat atasku pada hari itu, karena shalawatmu akan disampaikan padaku."
Para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dengan sanad yang shahih)
Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
"Tak seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku kepadaku hingga aku menjawab salamnya." (HR. Abu Dawud, dishahihkan an Nawawi dalam Ar Riyadl dan dihasankan oleh al Albani dalam Shahih al Jaami', no. 5679)
Dari Abdullah bin Amr bin al Ash radhiyallahu anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat baginya dengan itu sepuluh kali." (HR Muslim)
Bentuk ucapan shalawat :
Di antara bentuk shalawat terbaik adalah yang terdapat dalam Shahihain, dari Ka'b bin 'Ujrah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar menemui kami, lalu kami berkata: "Ya Rasulallah, kami telah mengetahui bagaimana kami memberi salam kepadamu, maka bagaimana kami bershalawat atasmu?"
Beliau menjawab : "Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allaahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa shallayta 'alaa aali Ibraahiim. Innaka hamiidum majiid. Allaahumma baarik 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa baarakta 'alaa aali Ibraahiim. Innaka hamiidum majiid.
"Ya Allah sampaikanlah shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana engkau telah sampaikan shalawat atas Nabi Ibrahim dan keluarga-Nya. Sesungguhnya Engkau Dzat Mahaterpuji lagi Mahaagung. Ya Allah, berikah keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Dzat Mahaterpuji lagi Mahaagung." (HR Bukhari dan Muslim)
Di antara bentuk shalawat dan salam yang paling pendek atau ringkas adalah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
Imam an Nawawi rahimahullah berkata: "apabila salah seorang kalian bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, hendaklah ia menggabungkan antara shalawat dan salam. Tidak boleh ia hanya mengucapkan صَلَّى اللهُ عَلَيهِ saja atau عَلَيْهِ السَّلاَمُ saja." (Shahih al Adzkaar: I/325)
Ibnu Shalah rahimahullah berkata, "sebaiknya penulis hadits dan para penuntut ilmu menulis shalawat serta salam atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (dengan lengkap), dan ketika menyebutnya jangan bosan mengulang-ulangnya, karena yang demikian itu sangat besar manfaatnya yang akan segera dirasakan oleh penuntut ilmu dan (hadits) dan penulisnya. Barangsiapa yang lalai, maka ia tercegah mendapat pahala yang besar, hendaklah ia tidak memotongnya/tidak menyingkat ketika menulisnya." (Ilumul Hadits, karya Ibnu Shalah, hal. 124)
Seseorang yang ingin bershalawat, tidak boleh membuat shalawat-shalawat yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Shalawat merupakan ibadah, dan ibadah dasarnya adalah ittiba' (mengikuti contoh Nabi). Dan di antara bentuk shalawat yang tidak dicohtohkan adalah Shalawat Badar, Shalawat Nariyah, Shalawat Fatih, dan lainnya.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2010/01/28/2952/perbanyaklah-shalawat-pada-hari-jum%27at/;#sthash.N25yjQPt.dp
Hari jum’at adalah sayyidul ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pada hari yang mulia dan agung ini kita diperintahkan untuk memperbanyak shalawat untuk manusia yang paling mulia dan agung, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum'at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku…." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dari hadits Aus bin Aus)
Memperbanyak shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at yang menjadi sayyidul ayyam menunjukkan kemuliaan pribadi beliau shallallahu 'alaihi wasallam sebagai sayyidul anam (pemimpin manusia).
Shalawat termasuk ibadah yang paling afdhal. Dan dilaksanakan pada hari Jum'at jauh lebih utama daripada dilaksanakan pada hari selainnya, karena hari Jum'at memiliki keistimewaan dibandingkan hari yang lain. Dan melaksakan amal yang afdhal pada waktu yang afdhal adalah lebih utama dan lebih bagus. (lihat 'Aunul Ma'bud: 2/15)
Setiap kebaikan yang diperoleh seorang hamba dalam urusan diennya adalah berkat jasa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Beliau telah berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mendakwahkan dan menyebarkan Islam. Berkat kerja keras beliau dalam dakwah, kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi ujian dan tantangannya, Islam bisa sampai kepada kita. Sebagai bentuk syukur dan terima kasih kita kepada beliau, Allah perintahkan bershalawat untuk beliau shallallahu 'alaihi wasallam.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Kapan mulai membaca shalawat?
Membaca shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada hari Jum'at bisa dimulai sejak malam harinya. Hal ini didasarkan pada hadits Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَىَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
"Perbanyaklah shalawat kepadaku pada pada hari Jum'at dan malam Jum'at. Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kalim niscaya Allah bershalwat kepada sepuluh kali." (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Kubranya dan dinytakan oleh Syaikh al Albani dalam Ash Shahihah, sanadnya shalih).
Dari Aus bin Aus radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Di antara hari terbaik kalian adalah hari Jum'at,  . . . maka perbanyaklah shalawat atasku pada hari itu, karena shalawatmu akan disampaikan padaku."
Para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dengan sanad yang shahih)
Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad hasan, dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
"Tak seorang pun yang mengucapkan salam kepadaku melainkan Allah mengembalikan ruhku kepadaku hingga aku menjawab salamnya." (HR. Abu Dawud, dishahihkan an Nawawi dalam Ar Riyadl dan dihasankan oleh al Albani dalam Shahih al Jaami', no. 5679)
Dari Abdullah bin Amr bin al Ash radhiyallahu anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat baginya dengan itu sepuluh kali." (HR Muslim)
Bentuk ucapan shalawat :
Di antara bentuk shalawat terbaik adalah yang terdapat dalam Shahihain, dari Ka'b bin 'Ujrah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar menemui kami, lalu kami berkata: "Ya Rasulallah, kami telah mengetahui bagaimana kami memberi salam kepadamu, maka bagaimana kami bershalawat atasmu?"
Beliau menjawab : "Ucapkanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allaahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa shallayta 'alaa aali Ibraahiim. Innaka hamiidum majiid. Allaahumma baarik 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa baarakta 'alaa aali Ibraahiim. Innaka hamiidum majiid.
"Ya Allah sampaikanlah shalawat atas Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana engkau telah sampaikan shalawat atas Nabi Ibrahim dan keluarga-Nya. Sesungguhnya Engkau Dzat Mahaterpuji lagi Mahaagung. Ya Allah, berikah keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah berkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Dzat Mahaterpuji lagi Mahaagung." (HR Bukhari dan Muslim)
Di antara bentuk shalawat dan salam yang paling pendek atau ringkas adalah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
Imam an Nawawi rahimahullah berkata: "apabila salah seorang kalian bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, hendaklah ia menggabungkan antara shalawat dan salam. Tidak boleh ia hanya mengucapkan صَلَّى اللهُ عَلَيهِ saja atau عَلَيْهِ السَّلاَمُ saja." (Shahih al Adzkaar: I/325)
Ibnu Shalah rahimahullah berkata, "sebaiknya penulis hadits dan para penuntut ilmu menulis shalawat serta salam atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (dengan lengkap), dan ketika menyebutnya jangan bosan mengulang-ulangnya, karena yang demikian itu sangat besar manfaatnya yang akan segera dirasakan oleh penuntut ilmu dan (hadits) dan penulisnya. Barangsiapa yang lalai, maka ia tercegah mendapat pahala yang besar, hendaklah ia tidak memotongnya/tidak menyingkat ketika menulisnya." (Ilumul Hadits, karya Ibnu Shalah, hal. 124)
Seseorang yang ingin bershalawat, tidak boleh membuat shalawat-shalawat yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Shalawat merupakan ibadah, dan ibadah dasarnya adalah ittiba' (mengikuti contoh Nabi). Dan di antara bentuk shalawat yang tidak dicohtohkan adalah Shalawat Badar, Shalawat Nariyah, Shalawat Fatih, dan lainnya.
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/ibadah/2010/01/28/2952/perbanyaklah-shalawat-pada-hari-jum%27at/;#sthash.N25yjQPt.dpuf

Senin, 01 Desember 2014

Kalimat Pemberat Timbangan



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Sahabat “DUA BACAAN KALIMAT YANG AKAN MEMBERATKAN TIMBANGAN KELAK.”

Rasulullah SAW Bersabda: "Dua kalimat yang ringan di lidah,tapi akan memberatkan timbangan [di akhirat kelak] dan disenangi ALLAH Yang Maha Belas Kasih adalah:"SUBHAANALLAAH WABIHAMDIHI SUBHAANALLAAHIL'ADHIIM."

Artinya :
"Maha Suci ALLAH dan bagi-Nya segala pujian.Dan Maha Suci ALLAH yang Maha Agung." [H.R.Bukhari-Muslim]

Sabda Rasulullah SAW yang lain :"Sungguh,apabila aku membaca
"SUBHAANALLAAH WALHAMDULILLAAHWALAA ILAAHA ILLALLAAH WALLAAHU AKBAR." (Maha Suci ALLAH dan segala Puji Milik ALLAH. Tiada Tuhan selain ALLAH dan ALLAH Maha Besar) Itu adalah lebih menyenangkan bagiku dibandingkan (memiliki) apapun yang bisa disinari Matahari."[H.R.Bukhari-Muslim]

Subhanallah..

Sebuah amalan yang mudah dilakukan tapi betapa besar pahala yang akan diperoleh bagi yang mengamalkannya.

Mudah-mudahan mulai hari ini kita bisa membiasakannya,mengamalkannya dan pada akhirnya kita akan termasuk golongan orang-orang yang beruntung di akhirat kelak.

Aamiin ya Rabbal'alamin...

UHHIBBUKUM FILAH

Salam Santun Ukhuwah Mahabbah Fillah Karena-Allah Wa Jalla.

Cerita tentang Fatimah Az-Zahra dan cinta nya yang Fitrah terhadap Syaidina Ali bin Abi Tholib



Fatimah binti Muhammad, atau lebih dikenal dengan Fatimah az-Zahra (Fatimah yang selalu berseri) (Bahasa Arabفاطمة الزهراء) putri bungsu Nabi Muhammad dari perkawinannya dengan istri pertamanya, Khadizah.

Siti Fatimah Az Zahra r.a dilahirkan di Makkah, pada hari Jumaat, 20 Jamadil Akhir, lebih kurang lima tahun sebelum Rasulullah SAW diangkat menjadi rasul. Siti Fatimah Az Zahra r.a tumbuh besar di bawah naungan wahyu Ilahi, di tengah kancah pertarungan sengit antara Islam dan jahiliyah, di kala sedang hebatnya perjuangan para perintis iman melawan penyembah berhala.

Kelahiran Fatimah disambut gembira oleh Rasulullahu alaihi wassalam dengan memberikan nama Fatimah dan julukannya Az-Zahra.
Pemimpin wanita pada masanya ini adalah putri ke 4 dari anak anak Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, dan ibunya adalah Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwalid. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menghendaki kelahiran Fatimah yang mendekati tahun ke 5 sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, bertepatan dengan peristiwa besar yaitu ditunjuknya Rasulullah sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakan kembali Hajar Aswad setelah Ka’bah diperbaharui.

Fatimah lebih muda dari Zainab, isteri Abil Ash bin Rabi‘ dan Ruqayyah, isteri Utsman bin Affan. Juga dia lebih muda dari Ummu Kultsum. Dia adalah anak yang paling dicintai Nabi SAW sehingga beliau bersabda :

”Fatimah adalah darah dagingku, apa yang menyusahkannya juga menyusahkan aku dan apa yang mengganggunya juga menggangguku.” [Ibnul Abdil Barr dalam "Al-Istii'aab"]


Di antara anak wanita Rasulullah s.a.w, Fathimah Az-Zahra r.a, merupakan wanita paling utama kedudukannya. Kemuliannya itu diperoleh sejak menjelang kelahirannya, yang didampingi wanita suci sebagaiman yang diucapkan oleh Khadijah:
"Pada waktu kelahiran Fartimah r.a, aku meminta bantuan wanita-wanita Quraish tetanggaku, untuk menolong. Namun mereka menolak mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah menghianati mereka dengan mendukung Muhammad. Sejenak aku bingung dan terkejut luar biasa ketika melihat empat orang tinggi besar yang tak kukenal, dengan lingkaran cahaya disekitar mereka mendekati aku.     

Ketika mereka mendapati aku dalam kecemasan salah seorang dari mereka menyapaku: ‘Wahai Khadijah! Aku adalah Sarah, ibunda Ishhaq dan tiga orang yang menyapaku adalah Maryam, Ibunda Isa, Asiah, Putri Muzahim, dan Ummu Kultsum, Saudara perempuan Musa. Kami semua diperintah oleh Allah untuk mengajarkan ilmu keperawatan kami jika anda bersedia". Sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai putriku Fathimah r.a lahir."

Meningkat usia 5 tahun, beliau telah ditinggal pergi ibunya. Tidak secara langsung beliau mengantikan tempat ibunya dalm melayani, membantu dan memebela Rasulullah s.a.w, sehingga beliau mendapat gelar Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Dan dalam usia yang masih kanak-kanak, beliau juga telah dihadapkan kepada berbagai macam uji coba. Beliau melihat dan meyaksikan perlakuan keji kaum kafir Quraish kepada ayahandanya, sehingga seringkali pipi beliau basah oleh linangan air mata kerana melihat penderitaan yang dialalmi ayahnya.

Fatimah Az-Zahra tumbuh menjadi seorang gadis yang tidak hanya merupakan putri dari Rasulullah, namun juga mampu menjadi salah satu orang kepercayaan ayahnya pada masa Beliau. Fatimah Az-Zahra memiliki kepribadian yang sabar,dan penyayang karena dan tidak pernah melihat atau dilihat lelaki yang bukan mahromnya. Rasullullah sering sekali menyebutkan nama Fatimah, salah satunya adalah ketika Rasulullah pernah berkata 
" Fatimah merupakan bidadari yang menyerupai manusia" Sesungguhnya dia adalah pemimpin wanita dunia dan penghuni syurga yang paling utama.

Pernikahan Fatimah

Setelah Fatimah r.a mencapai usia dewasa dan tiba pula saatnya untuk beranjak pindah ke rumah suaminya (menikah), banyak dari sahabat-sahabat yang berupaya meminangnya. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw menolak semua pinangan mereka. Kepada mereka beliau mengatakan, “Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya (Fatimah).”[Tadzkirah Al-Khawash, hal.306]

Kemudian, Jibril as datang untuk mengabarkan kepada Rasulullah saw, bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Ali Thalib. Tak lama setelah itu, Ali datang menghadap Rasulullah dengan perasaan malu menyelimuti wajahnya untuk meminang Fatimah. Sang ayah pun menghampiri putri tercintanya untuk meminta pendapatnya seraya menyatakan, “Wahai Fatimah, Ali bin Abi Thalib adalah orang yang telah kau kenali kekerabatan, keutamaan, dan keimanannya. Sesungguhnya aku telah memohonkan pada Tuhanku agar menjodohkan engkau dengan sebaik-baik mahkluk-Nya dan seorang pecinta sejati-Nya. Ia telah datang menyampaikan pinangannya atasmu, bagaimana pendapatmu atas pinangan ini?” Fatimah diam, lalu Rasulullah pun mengangkat suaranya seraya bertakbir, “Allahu Akbar! Diamnya adalah tanda kerelaannya.” [Dzkha’irAl-Ukba, hal. 29]

Rasulullah saw kembali menemui Ali as sambil mengangkat tangan sang menantu seraya berkata, “Bangunlah! ‘Bismillah, bi barakatillah, masya’ Allah la quwwata illa billah, tawakkaltu ‘alallah.”

Kemudian, Nabi saw menuntun Ali dan mendudukkannya di samping Fatimah. Beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya keduanya adalah makhluk-Mu yang paling aku cintai, maka cintailah keduanya, berkahilah keturunannya, dan peliharalah keduanya. Sesungguhnya aku menjaga mereka berdua dan keturunannya dari setan yang terkutuk.” Rasulullah mencium keduanya sebagai tanda ungkapan selamat berbahagia. Kepada Ali, beliau berkata, “Wahai Ali, sebaik-baik istri adalah istrimu.”

Dan kepada Fatimah, beliau menyatakan, “Wahai Fatimah, sebaik-baik suami adalah suamimu.”

Acara pernikahan itu berlangsung dengan kesederhanaan. Saat itu, Ali tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan sebagai mahar kepada sang istri selain pedang dan perisainya. Untuk menutupi keperluan mahar itu, ia bermaksud menjual pedangnya. Tetapi Rasulullah saw mencegahnya, karena Islam memerlukan pedang itu, dan tidak setuju apabila Ali menjual perisainya.

 Dengan mas kawin hanya 400 dirham,  dia memulakan penghidupan dengan wanita yang sangat dimuliakan Allah di dunia dan di akhirat. Dan ’Ali pun menikahi Fathimah, dengan menggadaikan baju besinya kepada Ustman bin Affan itulah, dan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Rosulullah berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang.
Kemudian Rosulullah bersabda: 

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut.”

Selanjutnya  Rasulullah  mendoakan keduanya: 

“Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak.”

 (kitab Ar-Riyadh An-Nadhrah 2:183, bab4).

Bersuamikan Ali bin Abi Thalib bukanlah satu kebanggaan yang menjanjikan kekayaan harta. Karena Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang daripada empat sahabat yang sangat rapat dengan Rasulullah merupakan sahabat yang sangat miskin berbanding dengan yang lain (Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ustman bin Affan). 

Namun jauh di sanubari Rasulullah tersimpan perasaan kasih dan sayang yang sangat mendalam terhadap Ali bin Abi Thalib. Rasulullah pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Fatimah lebih kucintai daripada engkau, namun dalam pandanganku engkau lebih mulia daripada dia.” (HR Abu Hurairah).

Dengan demikian wanita pilihan untuk lelaki pilihan. Fatimah mewarisi akhlak ibunya Siti Khadijah. Tidak pernah membebani dan menyakiti suami dengan kata-kata atau sikap. Senantiasa senyum menyambut kepulangan suami hingga hilang separuh masalah suaminya.


Buah Hati

Keluarga Azzahra dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang kepada suami dan anak-anaknya. Pada tahun ke-2 Hijriah, Fatimah melahirkan putra pertamanya yang oleh Rasulullah saw diberi nama “Hasan”. Rasul saw sangat gembira sekali atas kelahiran cucunda ini. Beliau pun menyuarakan azan pada telinga kanan Hasan dan iqamah pada telinga kirinya, kemudian dihiburnya dengan ayat-ayat Al-Qur’an.

Setahun kemudian lahirlah Husain. Demikianlah Allah SWT berkehendak menjadikan keturunan Rasulullah saw dari Fatimah Azzahra r.a. Rasul mengasuh kedua cucunya dengan penuh kasih dan perhatian. Tentang keduanya beliau senantiasa mengenalkan mereka sebagai buah hatinya di dunia.

Bila Rasulullah saw keluar rumah, beliau selalu membawa mereka bersamanya. Beliau pun selalu mendudukkan mereka berdua di haribaannya dengan penuh kehangatan. Suatu hari Rasul saw lewat di depan rumah Fatimah r.a. Tiba-tiba beliau mendengar tangisan Husain. Kemudian Nabi dengan hati yang pilu dan sedih mengatakan, “Tidakkah kalian tahu bahwa tangisnya menyedihkanku dan menyakiti hatiku.”

Satu tahun berselang, Fatimah r.a melahirkan Zainab. Setelah itu, Ummu Kultsum pun lahir. Sepertinya Rasul saw teringat akan kedua putrinya Zainab dan Ummu Kultsum ketika menamai kedua putri Fatimah itu dengan nama-nama tersebut. Dan begitulah Allah SWT menghendaki keturunan Rasul saw berasal dari putrinya Fatimah Zahra.

Dalam suatu kisah menceriterakan tentang keadaan rumah tangga Ali bin Abi Thalib yang hidup miskin dan serba kekurangan setelah menikah dengan Fatimah binti Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Wahai anakku bersabarlah. Sesungguhnya sebaik-baik wanita adalah yang bermanfaat bagi keluarganya”

Itulah jawaban Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Fatimah mengadukan keadaan keluarganya.
Suatu ketika, Rosulullah keluar dari rumah Fatimah dengan tanda-tanda kemarahan di wajahnya. Padahal beliau baru saja sampai di rumah Fatimah. Sikap itu sebagai reaksi beliau atas penampilan anaknya yang mengenakan giwang dan rantai terbuat dari perak, serta selot pintu rumah yang terbuat dari bahan sejenis perak. Karena memahami sifat Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Fatimah segera mencopot perhiasan dan selot pintu dan menyerahkannya kepada Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata. :

“Jadikanlah semua ini di jalan Allah, ya ayahku”. Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat terharu, dan bersabda; “Sungguh kamu telah melakukannya, wahai anakku. Ketahuilah, dunia ini bukan untuk Muhammad dan keluarganya. Seandainya dunia ini bernilai di sisi Allah sebesar sayap nyamuk, tak akan ada orang kafir diberi minum setetespun”.

Bukannya  Ali bin Abi Thalib tidak mau menyediakan seorang pembantu untuk isterinya tetapi memang keadaan kefakiranlah yang sedemikian rupa. Ali bin Abi Thalib pun cukup memaklumi isterinya yang setiap hari menguruskan anak-anak, memasak, membasuh dan menggiling tepung, dan yang lebih memenatkan lagi bila terpaksa mengambil air melalui jalan yang berbatu-batu jauhnya sehingga kelihatan tanda di bahu kiri dan kanannya. Suami mana yang tidak sayang kepada isterinya. Pada suatu ketika bila Ali bin Abi Thalib berada di rumah turut  menyinsing lengan membantu istrinya menggiling tepung di dapur. “Terima kasih suamiku,” bisik Fatimah kepada suaminya. Usaha sekecil itu, di celah-celah kesibukan sudah cukup berkesan dalam membelai perasaan seorang isteri.

Suatu hari, Rasulullah masuk ke rumah anaknya, didapati puterinya (Fatimah) yang berpakaian kasar itu sedang mengisar biji-biji gandum dalam linangan air mata. Fatimah segera mengesat air matanya tatkala menyedari kehadiran ayahanda kesayangannya itu. Lalu ditanya oleh baginda, “Wahai buah hatiku, apakah yang engkau tangiskan itu? Semoga Allah menggembirakanmu.”. Dalam nada sayu, Fatimah berkata, “Wahai ayahanda, sesungguhnya anakmu ini terlalu penat kerana terpaksa mengisar gandum dan menguruskan segala urusan rumah seorang diri. Wahai ayahanda, kiranya tidak keberatan bolehkah ayahanda meminta suamiku menyediakan seorang pembantu untukku?”.

Rosulullah tersenyum seraya bangun mendapatkan kisaran tepung itu. Dengan lafaz Bismillah, Rosulullah meletakkan segenggam gandum ke dalam kisaran itu. Dengan izin Allah, maka berpusinglah kisaran itu dengan sendirinya. Hati Fatimah sangat terhibur dan merasa sangat gembira dengan hadiah istimewa dari ayahandanya itu. Habis semua gandumnya dikisar dan batu kisar itu tidak akan berhenti selagi tidak ada arahan untuk berhenti, sehingga Rasulullah menghentikannya. 

Bersabdalah Rasulullah dengan kata-kata yang masyhur, “Wahai Fatimah, Gunung Uhud pernah ditawarkan kepadaku untuk menjadi emas, namun ayahanda memilih untuk keluarga kita kesenangan di akhirat.” Jelas, Rasulullah mau mendidik puterinya bahwa kesusahan bukanlah penghalang untuk menjadi solehah.

Ayahanda yang penyayang terus merenung puterinya dengan pandangan kasih sayang, “Puteriku, mahukah engkau kuajarkan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kau pinta itu?”. “Tentu sekali ya Rasulullah,” jawab Siti Fatimah kegirangan. Rasulullah  bersabda:

“Jibril telah mengajarku beberapa kalimat. Setiap kali selesai sembahyang, hendaklah membaca ‘Subhanallah’ sepuluh kali, Alhamdulillah’ sepuluh kali dan ‘Allahu Akbar’ sepuluh kali. Kemudian ketika hendak tidur baca ‘Subhanallah’, ‘Alhamdulillah’ dan ‘Allahu Akbar’ ini sebanyak tiga puluh tiga kali.”

Ternyata amalan itu telah memberi kesan kepada  Fatimah. Semua pekerjaan rumah tangga dapat dilaksanakan dengan mudah dan sempurna meskipun tanpa pembantu rumah. Itulah hadiah istimewa dari Allah buat hamba-hamba yang hatinya sentiasa mengingatNya.

Suatu hari masuklah Rasulullah menemui anandanya Fatimmah az-Zahra radhiallahu ‘anha didapati anandanya sedang menggiling syair (sejenis padi-padian) dengan menggunakan sebuah penggilingan tangan dari batu sambil menangis. Rasulullah bertanya kepada anandanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis wahai Fathimah?, Semoga Allah tidak menyebabkan matamu menangis”. Fathimah berkata, “Ayahanda, penggilingan dan urusan-urusan rumahtanggalah yang menyebabkan ananda menangis”. 

Lalu duduklah Rasulullah di sisi anandanya. Fathimah melanjutkan perkataannya, “Ayahanda sudikah kiranya ayahanda meminta ‘ali (suaminya) mencarikan ananda seorang jariah untuk menolong ananda menggiling gandum dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan di rumah”.

Mendengar perkataan anandanya ini maka bangunlah Rasulullah mendekati penggilingan itu. Beliau mengambil syair dengan tangannya yang diberkati lagi mulia dan diletakkannya di dalam penggilingan tangan itu seraya diucapkannya “Bismillaahirrahmaanirrahiim”

Penggilingan tersebut berputar dengan sendirinya dengan izin Allah. Rasulullah meletakkan syair ke dalam penggilingan tangan itu untuk anandanya dengan tangannya sedangkan penggilingan itu berputar dengan sendirinya seraya bertasbih kepada Allah dalam berbagai bahasa sehingga habislah butir-butir syair itu digilingnya.

Rasulullah berkata kepada gilingan tersebut, “Berhentilah berputar dengan izin Allah”, maka penggilingan itu berhenti berputar. Lalu penggilingan itu berkata-kata dengan izin Allah yang berkuasa menjadikan segala sesuatu dapat bertutur kata. 

Maka katanya dalam bahasa Arab yang fasih, “Ya Rasulullah, demi Allah, Tuhan yang telah menjadikan baginda dengan kebenaran sebagai Nabi dan Rasul-Nya. Kalaulah baginda menyuruh hamba menggiling syair dari Masyriq dan Maghrib pun niscaya hamba gilingkan semuanya. Sesungguhnya hamba telah mendengar dalam kitab Allah suatu ayat yang berbunyi :

 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang dititahkan-Nya kepada mereka dan mereka mengerjakan apa yang dititahkan”.

Maka hamba takut, ya Rasulullah kelak hamba menjadi batu yang masuk ke dalam neraka. Rasulullah kemudian bersabda kepada batu penggilingan itu, “Bergembiralah karena engkau adalah salah satu dari batu mahligai Fathimah az-Zahra di dalam syurga”. Maka bergembiralah penggilingan batu itu mendengar berita itu kemudian diamlah ia.

Rasulullah bersabda kepada anandanya,

“Jika Allah menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat.

Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat.
Ya Fathimah perempuan mana yang berkeringat ketika ia menggiling gandum untuk suaminya maka Allah menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit.

Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka maka Allah akan mencatatkan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang bertelanjang.

Ya Fathimah, perempuan mana yang menghalangi hajat tetangga-tetangganya maka Allah akan menghalanginya dari meminum air telaga Kautshar pada hari kiamat.

Ya Fathimah, yang lebih utama dari itu semua adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Jikalau suamimu tidak ridha denganmu tidaklah akan aku do’akan kamu. Tidaklah engkau ketahui wahai Fathimah bahwa ridha suami itu daripada Allah dan kemarahannya itu dari kemarahan Allah?.

Ya Fathimah, apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para malaikat untuknya dan Allah  akan mencatatkan baginya tiap-tiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu kejahatan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan maka Allah mencatatkan untuknya pahala orang-orang yang berjihad pada jalan Allah yakni berperang sabil. 

Apabila ia melahirkan anak maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ibunya melahirkannya dan apabila ia meninggal tiadalah ia meninggalkan dunia ini dalam keadaan berdosa sedikitpun, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman sorga, dan Allah akan mengkaruniakannya pahala seribu haji dan seribu umrah serta beristighfarlah untuknya seribu malaikat hingga hari kiamat.

Perempuan mana yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati dan ikhlas serta niat yang benar maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya semua dan Allah akan memakaikannya sepersalinan pakaian yang hijau dan dicatatkan untuknya dari setiap helai bulu dan rambut yang ada pada tubuhnya seribu kebaikan dan dikaruniakan Allah untuknya seribu pahala haji dan umrah.

Ya Fathimah, perempuan mana yang tersenyum dihadapan suaminya maka Allah akan memandangnya dengan pandangan rahmat.
Ya Fathimah perempuan mana yang menghamparkan hamparan atau tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat),

“Teruskanlah amalmu maka Allah telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang”.

Ya Fathimah, perempuan mana yang meminyakkan rambut suaminya dan janggutnya dan memotongkan kumisnya serta menggunting kukunya maka Allah akan memberinya minuman dari sungai-sungai sorga dan Allah akan meringankan sakarotulmaut-nya, dan akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman syurga serta Allah  akan menyelamatkannya dari api neraka dan selamatlah ia melintas di atas titian Shirat”.  (Syarah ‘Uquudil lijjaiin-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani).

Sekarang apa rahasia Ali bin Abi Thalib mencintai Fathimah? Fathimah adalah teman karib semenjak kecil, puteri tersayang Rosulullah, sedangkan Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Rosulullah yang mempesona, baik kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya maupun kecerdasannya. 

Ali bin Abi Thalib sejak Fatimah masih kanak-kanak sudah memperhatikan sifat dan tingkah lakunya, yaitu pada suatu hari ketika ayahnya (Rosulullah) pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan dengan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. 

Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah (sang ayah yang Tepercaya) tidak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik (Fatimah) itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah, di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Ali bin Abi Thalib tak tahu apakah rasa itu (selalu memperhatikan sifat dan tingkah laku Fatimah) disebut cinta?. 

Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan bahwa Fathimah dilamar oleh seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin Ali bin Abi Thalib. Ia merasa diuji karena merasa, apalah ia dibanding dengan Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. 

Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara Ali bin Abi Thalib bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Sedangkan aku (Ali bin Abi Thalib) semasa kanak-kanak kurang pergaulan. 

Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Siapa budak yang dibebaskan Ali bin Abi Thalib? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah. Ali bin Abi Thalib hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam Ali bin Abi Thalib. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.”

Cinta tak pernah meminta untuk menanti, tapi mengambil kesempatan atau mempersilakannya. Dan cinta itu membutuhkan keberanian atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak, dan Ali bin Abi Thalib terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri menyambut Fathimah. Tapi, ujian itu rupanya belum berakhir. 

Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut, yaitu Umar bin Khaththab.

Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. Umar bin Khaththab memang masuk Islam belakangan, sekitar tiga tahun setelah Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya Umar bin Khaththab dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, Ali bin Abi Thalib mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar bin Khaththab, aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar bin Khaththab, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar bin Khaththab..” 

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasulullah, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana Umar bin Khaththab melakukannya?. Ali bin Abi Thalib menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan Rosulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam, maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi.

Umar bin Khaththab  telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’. Umar bin Khaththab adalah lelaki pemberani, sedangkan aku (Ali bin Abi Thalib), sekali lagi sadar. 

Bila dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah, apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak.  Umar bin Khaththab  jauh lebih layak, dan Ali bin Abi Thalib pun ridha.

Sekali lagi cinta tak pernah meminta untuk menanti. tapi mengambil kesempatan atau mempersilakannya. Dan cinta itu membutuhkan keberanian atau pengorbanan. Maka Ali bin Abi Thalib pun bingung ketika mendengar kabar lamaran Umar bin Khaththab  juga ditolak.

Ingin menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Rosulullah? Yang seperti ’Utsman bin Affan, sang miliyader yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri  Ali bin Abi Thalib. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. 

Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?.

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, 

kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunannya.

”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Rosulullah.. ”
.
 Aku?”, tanyanya tak yakin.

”Ya. Engkau wahai saudaraku!”.

”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”.

Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

Ali bin Abi Thalib pun menghadap Rosulullah, maka dengan memberanikan diri untuk menyampaikan keinginannya menikahi Fathimah. 

Ya, menikahi, dengan sadar secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. 

Usianya telah berkepala dua sekarang.”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya terjawab, ”Ahlan wa sahlan!” . Kata itu meluncur tenang bersama senyum Rosulullah. Dan Ali bin Abi Thalib pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan?

Bagaimana lamaranmu?”.

”Entahlah..”.

”Apa maksudmu?”.

”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban ?”

”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka.

”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !”.

Dan ’ Ali bin Abi Thalib  pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali bin Abi Thalib adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” . 

Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti.

Seperti ’ Ali bin Abi Thalib. Ia mempersilakan, atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan,  dan yang kedua adalah keberanian.

Ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi (Fathimah) dalam suatu riwayat dikisahkan

bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali,“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda”.

Ali bin Abi Thalib terkejut dan berkata, “Kalau begitu mengapa engkau mau manikah denganku? dan Siapakah pemuda itu?”.

Sambil tersenyum Fathimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”. 


Sekian sepenggal Kisah Putri Baginda Rasulullah SAW, Fatimah Az- Zahra Binti Muhammad SAW, semoga  wanita muslimah yang membaca mampu meneladani Beliau.
Aamminn....
^_^

Remaja Mesjid Al-Hikmah Copyright © . Designed by Ourblogtemplates.com | Seo By Islamic Blogger Template

Back to TOP